Senin, 19 Desember 2011

Kisah Muhamad dari Keluarga Zionis (1), Saat Remaja Ia Hampa dan Haus Spiritualitas

Kisah Muhamad dari Keluarga Zionis (1), Saat Remaja Ia Hampa dan Haus Spiritualitas
Muhammad, mualaf asal New York yang terlahir Yahudi

REPUBLIKA.CO.ID, Dulu, bagi Muhammad, Islam hanya sebatas jawaban tentang kehampaan yang ada di hatinya. Meskipun sudah bersyahadat di tahun 1970-an ia tak lantas melakukan kewajiban shalat dan puasa. “Pada dasarnya, aku naif dan bodoh,” akunya.

Ia hanya merasa ingin menjadi muslim seperti orang-orang yang ia temui. Saat bekerja di Universitas New York, ia banyak bertemu dengan orang muslim yang menurutnya memiliki sikap kemurahan hati, kerendahan hati, dan berkarisma. “Aku ingin memeluk agama seperti orang-orang yang aku kagumi itu,” kata dia.

Ketidaktahuannya soal ibadah membuatnya sempat melalaikan kewajibannya ketika awal menjadi seorang Muslim. Namun, kini shalat dan puasa sudah menjadi kebutuhannya. Berdoa sekarang telah menjadi seperti ‘menyikat gigi ketika sehabis makan’, sesuatu yang spontan dilakukan.

Bahkan puasa Ramadhan kini menjadi ibadah yang ia nanti-nantikan saban tahun. Saat-saat membahagiakan adalah ketika bisa berkumpul dengan komunitas muslim.

Lahir sebagai seorang Yahudi, Muhammad tak pernah merasakan nikmatnya menjadi hamba Tuhan. Orang tuanya adalah Yahudi kelas menengah yang tinggal di New York. Keluarga itu, bukan keluarga penganut Yahudi biasa. “Keluargaku lebih dekat dengan Zionis,” ujarnya.

Ada kehampaan yang mulai merasuk dalam jiwanya ketika masa remajanya hampir habis. Muhammad tak pernah merasakan tumbuh dengan ajaran agama atau petunjuk Tuhan. Ia merasa haus kebutuhan spiritual

Saat memasuki masa kuliah, mulai mencari suatu kebahagiaan yang nilainya lebih dari sekedar materi. “Aku ingin sesuatu yang lebih dari sekedar mengejar gaya hidup materialistis,” kata dia. Ia tak merasa bahagia dengan mobil, televisi atau apapun yang sifatnya materi.

Saat kuliah, ia mencoba mencari jawab atas semaua rasa ingin tahunya tentang Tuhan. Ia banyak menghabiskan waktu dengan para filsuf dan dosen untuk mempelajari agama. Ia menghabiskan waktu dengan Dalai Lama, penganut Buddha, Hindu, anggota gereja dan para Rabi Yahudi. Dari sekian banyak agama yang ia pelajari. Namun saat itu belum pernah sekalipun ia berkenalan dengan Islam.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Reporter: Dwi Murdaningsih
Sumber: onislam

1 komentar:

Hasan Basri, SE. mengatakan...

Afwan kepada penulis, jika bisa kasih masukan sedikit, latar belakang dari tulisan blog antum jangan warna hijau terang, kurang nyaman dibaca, jadi terlihat silau gitu, afwan sekali lagi.

"MAJELIS RASULULLAH SAW"

"MAJELIS RASULULLAH SAW"









"PERADABAN BARU ISLAM (FITRAH MANUSIA)"

Seaching Blog